Rabu, 14 Oktober 2015

BAB III Ethical Governance

  • GOVERNANCE SYSTEM

Governance System merupakan sebuah tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan. Adapun unsur-unsur yang membentuk Governance System yang tidak dapat terpisahkan yaitu :
1. Commitment on Governance
Adalah sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
2. Governance Structure
Adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
3. Governance Mechanism
Adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4. Governance Outcomes
Adalah hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil kinerja maupun acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil pekerjaan
  • BUDAYA ETIKA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya mempunyai arti pikiran; akal budi: adat istiadat. Budaya adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengalaman bersama yang dialami oleh orang-orang dalam organisasi tertentu dari lingkungan sosial mereka. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tetang hal dan kewajuban moral.
  • MENGEMBANGAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI

Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
  • KODE PERILAKU KORPORASI

Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
  • EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI

Dalam setiap Kode Perilaku Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
  • Pelaporan pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
  • Sanksi atas pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment. 
CONTOH KASUS
Bank BNI
A. Profil Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan consumer.

Budaya Perusahaan
  • BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.
  • BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.
  • BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
  • BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.
  • BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.

B. Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila gila besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
·         Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
·         Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
·         Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun.
·         Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
·         2 perusahaan dibawah Petindo Group
ü  Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
ü  Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
ü  Skim : Usance L/C
C. Kronologi :
  • Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
  • Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
  • Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
  • Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
  • Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.

D. Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun tahun, antara lain berdasarkan pengalaman pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.

Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit. Di samping itu, dokumen dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.

Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar