Koperasi di Spanyol
Nama
Koperasi : Mondragon
Cooperative
Alamat
Koperasi : Mondragon,
Basque - Spanyol Utara
Sejarah
Koperasi Mondragon
Koperasi
Mondragon, Spanyol, adalah contoh yang sangat menarik, bagaimana para pekerja
profesional, bergabung dalam sebuah koperasi. Di koperasi ini, mereka menjadi
pekerja sekaligus juragannya.
Koperasi
pekerja, memang belum begitu populer di Indonesia.
Padahal, koperasi jenis ini sangat bermanfaat, terutama untuk para profesional
yang ogah mengabdi menjadi karyawan sebuah perusahaan. Di koperasi, mereka bisa
menjadi karyawan sekaligus pemilik usaha. Contoh koperasi yang paling fenomenal
di dunia, tentu saja Mondragon Cooperative di Mondragon,
Basque, Spanyol Utara.
Dalam
ICA Global 300, koperasi ini masuk dalam urutan ke-10, dengan turnover bisnis
lebih dari 2.1 miliar dolar AS.
Koperasi
Mondragon, memang telah menjelma menjadi bisnis skala raksasa, yang
operasionalnya sudah bukan cuma di Spanyol, tapi juga menembus Italia, Portugal, Inggris, Rumania, Slovakia, Turki, Cekoslawakia,
Amerika Serikat, Brazil hingga Maroko dan Cina. Koperasi ini membawahi 264
perusahaan, yang bergerak di sektor keuangan, indusri manufaktur, dan
distribusi. Seantero Spanyol, Koperasi Mondragon menempati urutan ketujuh
industri terbesar.
karyawan
berasal dari anggota. Jika ditotal, karyawan murni yang bekerja di seluruh
bisnis Koperasi Mondragon, sebanyak 78.455 orang.
Di
luar bisnis, Koperasi Mondragon juga sangat konsen pada pendidikan, dengan
mendirikan beberapa perguruan tinggi. Di antaranya, Mondragon Unibertsitatea,
yang memberikan tiga hal penting pada mahasiswanya, yaitu peningkatan skill,
pengetahuan dan nilai tambah. Pengantar kuliah di universitas ini, menggunakan
tiga bahasa, yaitu Basque, Spanyol dan Inggris. Kemudian Politeknika Ikastegia
Txorierri, yang khusus meningkatkan skill mahasiswanya di bidang teknik. Ada
juga lembaga-lembaga kursus, seperti The Lea Artibai
Ikastetxea, MIK (sekolah bisnis) dan The Garaia Innovation
Park.
Lembaga-lembaga
pendidikan tersebut, dibangun sebagai sumbangsih koperasi pada masyarakat luas,
yang sebagian pendanaannya diambil dari penyisihan antara 5 sampai 10 persen
dari keuntungan seluruh perusahaan-perusahaan koperasi.
Kejayaan
Koperasi Mondragon, tentu saja tidak terjadi secara seketika. Koperasi ini
berdiri pada 1956. Pelopornya, adalah seorang pastor muda bernama Don Jose Maria Arizmendiarreta SJ, yang datang ke Mondragon pada
1941. Dia sangat prihatin melihat kondisi ekonomi masyarakat Spanyol pasca
perang saudara, yang berlangsung dari 17 Juli 1936 hingga 1 April 1939. Tingkat
pengangguran dan kemiskinan sangat tinggi, sementara tingkat pendidikan
masyarakat begitu rendah. Mereka tidak mempunyai cita-cita positif untuk masa
depannya, cenderung apatis. Aset yang sedikit di daerah itu menjadi rebutan
rakyat. Lagi pula, sejak ratusan tahun Mondragon merupakan daerah yang tidak
mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Lantas,
Jose Maria pun membuka sekolah magang industri bernama Professional School. Di
sekolah ini ia mengajar mengenai etika bagi pemuda yang hendak membuka usaha
sendiri. Tapi sekolah tersebut tak mampu menekan angka pengangguran, karena memang
tidak ada lapangan kerja.
Dari
sini, Jose Maria berpikir untuk membuat perusahaan yang bisa menyediakan
lapangan kerja. Untuk mewujudkannya, ia pun mengundang lima pemuda, mantan
muridnya, untuk meminjam dana dari masyarakat. Mereka berhasil mengumpulkan
dana sebesar 361.640 dolar AS. Dengan uang itu, mereka membeli sebuah pabrik
pemanas minyak tanah Aladdin. Karena tujuannya bukan untuk mencari keuntungan,
tetapi semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya
jamaah Gerejanya, pabrik itu dimiliki secara bersama. Mereka pula yang berperan
sebagai karyawannya.
Sejak
itu, antara Professional School dengan pabrik saling bersinergi, mencari format
organisasi, yang kemudian bermuara pada sistem koperasi. Jika pada koperasi
pada umumnya identitas ganda (dual identity) pada anggota adalah sebagai
pemilik sekaligus pelanggan, maka pada Koperasi Mondragon anggota adalah
pemilik perusahaan sekaligus pekerja.
Maka,
yang menjadi anggota koperasi bukan hanya disyaratkan menyetor modal, tetapi
juga memiliki skill tertentu, yang dibutuhkan perusahaan koperasi. Karena itu,
pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan anggota, menjadi
sangat penting. Professional School sendiri terus berkembang, dan menjadi cikal
bakal Mondragon University atau Mondragon Unibertsitatea, salah satu perguruan
tinggi terkemuka di Spanyol saat ini.
Produk
pabrik Koperasi Mondragon ternyata laku keras, karena nyaris tanpa pesaing.
Lantas, koperasi pun mengembangkan pabriknya, melalui kegiatan research and
development (R&D)yang dilakukan dengan dukungan Professional School. Tak
pelak lagi, pabrik-pabrik milik Koperasi Mondragon tampil sebagai salah satu
aktor penting dalam kebangkitan industri manufaktur Spanyol pasca perang
saudara.
Memasuki
era 70-an, Koperasi Mondragon sudah melakukan ekspansi bisnis hingga merambah
pasar ekspor di kawasan Eropa dan Amerika Latin. Sekitar 11 persen produk yang
dihasilkan, dilempar ke pasar ekspor. Menapaki era 90-an, bisnis Koperasi
Mondragon makin menggurita. Diversifikasi industri, banyak dilakukan pada
divisi manufaktur sehingga namanya diubah menjadi industrial group.
Perkembangan ini, mendapat dukungan penuh dari lembaga pendidikan, yang memasok
berbagai hasil riset dan inovasi. Pada 1991, struktur organisasi bisnis
koperasi terbagi dalam tiga grup, yaitu industri, keuangan dan distribusi.
Dengan
dukungan divisi keuangan yang mapan, dan divisi distribusi yang memiliki
jaringan luas, divisi industri bisa membuat berbagai produk yang harganya
bersaing, dan mampu menjual ke pasar yang luas termasuk ekspor.
Karena
wilayah kerja yang makin meluas, Koperasi Mondragon juga mendorong terbentuknya
koperasi-koperasi baru di daerah, dan saat itu jumlahnya 29 unit, tersebar di
14 wilayah. Sebagian dari koperasi ini benar-benar baru, sebagian lagi merupakan
hasil pemisahan (spin-off) dari koperasi yang sudah ada, yang telah mengalami
perkembangan pesat sehingga spend of control-nya terlalu luas.
Kendati
telah menjadi kekuatan bisnis skala besar, Koperasi Mondragon tidak pernah
bergeser dari komitmennya menyejahterakan anggota yang juga karyawannya itu.
Pengelolaannya pun konsisten dengan prinsip koperasi, yang menjunjung nilai
demokrasi. Karena itu, sebagian pakar ekonomi di Eropa menyebut Koperasi
Mondragon sebagai perusahaan yang bernuansa sosialis, namun dalam konotasi
positif.
Bahkan,
ketika para akademi Eropa mulai banyak membicarakan konsep Employee Share
Ownership Program (ESOP) sebagai ‘fajar baru’ manajemen sumberdaya manusia,
mereka banyak merujuk pada Koperasi Mondragon, yang sudah menjalankannya secara
full sejak berdirinya (1956). Karena itu, Joel Barker ketika mendapat
kesempatan menulis untuk buku terbitan The Drucker Foundation berjudul The
Organization of The Future, tak ragu menyebut Koperasi Mondragon, sebagai
sebuah model organisasi bisnis masa depan. Dalam ranah bisnis mutahir, ESOP
dipandang sebagai salah satu strategi bisnis paling canggih, terutama untuk
meningkatkan loyalitas karyawan terbaik, dan menjaga agar mereka tidak menjadi
“kutu loncat”.
Seiring
dengan derasnya arus informasi, akses masyarakat terhadap berbagai sumberdaya
bisnis, memang makin besar. Misalnya, teknologi makin murah, dan pasar makin
mudah dijangkau. Karena itu, wajar saja jika di negara-negara maju muncul
fenomena tumbuhnya industri-industri skala kecil, yang sebagian dibangun oleh
karyawan yang keluar dari perusahaan, lantaran tidak mau menjadi buruh seumur
hidup. Fenomena inilah yang membuat perusahaan besar empot-empotan, sehingga
mereka mengitrodusir ESOP.
Di
Koperasi Mondragon, hampir tidak ada karyawan yang keluar karena alasan ingin
memiliki perusahaan sendiri. Sebab, sekali lagi, sebagai anggota, mereka juga
berperan sebagai sebagai pemilik. Bahkan, mereka berhak memilih jajaran
direksi, agar kebijakannya tidak merugikan posisinya sebagai karyawan sekaligus
pemilik.
Analisa Perkembangan Koperasi Di
Indonesia
(dalam Bahasa Indonesia)
Sejak awal Koperasi di harapkan menjadi guru perekonomian Indonesia dan
diharapkan sebagai pengembangan perekonomian Indonesia. Dukungan dari
pemerintah dan lembaga lainnya membuat koperasi dapat tumbuh subur ditanah air.
Akan tetapi perkembangan koperasi tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan
dan dibayangkan. Banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam setiap
perkembangannya, harapan menjadikan koperasi menjadi guru perekonomian
Indonesia belum dapat diwujudkan. Meski banyak contoh koperasi yang telah
berhasil membuat sejahtera anggotanya tetapi masih banyak hal yang harus
dibenahi.
Dalam proses pembangunan ekonomi, kita menyadari kerap terjadi sektor-sektor
yang terpinggirkan atau terlupakan, baik oleh para pelaku ekonomi maupun para
pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah mereka yang
bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan usaha yng
kurang mendapat arah, seperi koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah
mempersoalkan kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan
kemakmuran, besar-kecil, sebagai bagian yan tidak terhindarkan dlam sistem
ekonomi seperti yang kita alami saat ini. Namun persoalannya bukanlah pada
lebih atau kurang, tapi lebih kepada sebuah etos : jangan mengambil segalanya
sehingga tidak tertinggal apapun bagi orang lain.
Tidaklah berlebihan apabila ditengah upaya kita menghadapi pasar bebas
dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi,
budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak
terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter
bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu kita semua
berupaya mengangkat atau membawa kembali koperasi kedalam mainstream
pembangunan bangsa. Semoga pada akhir hari nanti, bukan hanya
pertanyaan-pertanyaan mengenai harapan koperasi tetapi juga jawaban yang
bermakna dan konkret bagi pengembangan koperasi di era globalisasi.
(In English)
Since the beginning of
Cooperative expect to be a teacher in Indonesia's
economy and are expected as the development of the
Indonesian economy. Support from government
and other agencies
to make the cooperative can flourish in this country. However, the development of cooperatives is not always
as smooth as expected and imagined. Many of
the problems and obstacles
faced in each development,
the cooperative hopes to become a teacher make Indonesia's economy has not materialized. Although many
examples of cooperatives that have managed to create a prosperous members but
there are still many things that need to be
addressed.
In the
process of economic development, we realize often occur sectors are
marginalized or forgotten, either by economic actors and policy makers. Usually
these marginalized are those engaged in small business, micro, medium, and some
types of business entities yng lack direction, are like a cooperative. In fact,
small businesses have never questioned why they became small. They understand
the difference in prosperity, large-small, as part dlam yan inevitable economic
system as we experience today. But the issue is not on more or less, but rather
to an ethos: do not take everything so no lag whatsoever for others.
It is no exaggeration
when we face
amid efforts to free
markets and globalization,
which has a cooperative
effort to build competitiveness,
efficiency, corporate culture (corporate culture), and innovation, becomes inevitable.
Cooperative businesses are waking up the most
suitable for the
character of our nation in
the face of globalization.
Therefore we all
seek to lift or
carry back into
the mainstream of nation-building
cooperatives. Hopefully at the end of the day,
not only questions
about the expectations of the cooperative but also
meaningful and concrete
answer for cooperative
development in the era of globalization.
16
Januari 2014
Finish
Tidak ada komentar:
Posting Komentar